Tantangan dan Peluang Indonesia Menjadi Pemain Global di Industri Baterai EV

Avatar
Reza Silmi
6 Jul 2024 15:20
News 0
3 menit membaca

Atalaric.id – Indonesia, dengan kekayaan sumber daya nikel yang melimpah, berambisi menjadi pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik (EV) global.

Pabrik baterai yang baru diresmikan oleh PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power di Karawang, Jawa Barat, menjadi simbol awal dari impian besar tersebut.

Namun, apakah Indonesia mampu mengatasi tantangan dan bersaing dengan negara-negara yang sudah mapan di industri ini?

Sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi produsen baterai EV yang signifikan.

Dengan adanya pabrik baterai baru, pemerintah berharap dapat meningkatkan nilai tambah nikel melalui ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu ke hilir.

Namun, menurut Putra Adiguna, Managing Director Energy Shift Institute, kapasitas produksi baterai Indonesia masih jauh di bawah kapasitas global.

Saat ini, produksi awal sebesar 10 gigawatts hour (GwH) hanya menyumbang 0,4% dari kapasitas dunia, sangat tidak sebanding dengan produksi nikel Indonesia yang mencapai setengah suplai dunia.

Pasar global baterai EV saat ini sudah mengalami kelebihan kapasitas.

Menurut CRU Group, kapasitas produksi baterai lithium-ion global mencapai 1 terawatt hour (TWh) pada 2023, sementara permintaan hanya sebesar 65 GwH.

China, yang menyumbang 76% dari produksi baterai global, menjadi pesaing utama Indonesia.

Selain itu, perkembangan produk baterai non-nikel, seperti baterai Lithium Ferro Phosphate (LFP), yang mengandung litium, besi, dan fosfat, menambah tantangan bagi industri baterai berbasis nikel Indonesia.

Baterai LFP memiliki keunggulan dalam hal ketersediaan bahan baku yang melimpah dan mudah didapat, meskipun dari segi performa, baterai berbasis nikel seperti NMC dan NCA dapat menyimpan lebih banyak energi dalam ukuran yang lebih kecil.

Kebijakan pemerintah Indonesia terkait insentif kendaraan listrik juga menjadi sorotan.

Pembebasan pajak barang mewah (PpnBM) dan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kendaraan listrik impor dapat memicu banjirnya kendaraan listrik dari luar negeri, seperti dari China, sehingga menghambat pengembangan kapasitas produksi kendaraan listrik domestik.

Meskipun menghadapi banyak tantangan, langkah-langkah strategis masih perlu dilakukan.

Indonesia perlu memperkuat kebijakan yang mendukung pengembangan industri baterai domestik, termasuk meningkatkan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) secara bertahap hingga mencapai 80% pada 2030.

Selain itu, Indonesia juga harus fokus pada pengembangan teknologi dan infrastruktur pendukung, seperti fasilitas pembuatan katoda dan prekursor baterai.

Dengan demikian, Indonesia tidak hanya akan menjadi produsen bahan baku, tetapi juga pemain kunci dalam rantai nilai baterai EV global.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik global.

Namun, tantangan yang ada memerlukan upaya yang lebih serius dan strategis dari pemerintah dan industri.

Dengan kebijakan yang tepat, investasi yang memadai, dan fokus pada pengembangan teknologi, Indonesia dapat mengatasi tantangan dan meraih peluang besar dalam industri ini.